Rabu, September 30

Tentang Hidup

dalam hidup

akan ada hari-hari yang sulit untuk dilupakan
juga orang-orang istimewa, yang hadir dan  tak terlupa

momen manis seperti cinta pertama
kisah tak terulang semacam wisuda
adalah beberapa anugerah yang terjadi dalam hidup

pun ketika pada akhirnya harus rela merasakan patah hati
atau mengalami kehilangan
hal-hal yang mengajarimu untuk menjadi kuat,
yang tak memberimu pilihan lain selain itu 

Kepadamu yang masih bertahan hingga hari ini,
Kamu hebat!
Apapun yang membuatmu jatuh sebelum ini
nyatanya tak mampu mengalahkanmu.
Kamu akan bangkit untuk kemudian mencoba lagi..

Begitupun dengan menghadapi hari esok,
tetap semangat!
karena hujan, juga badai, takkan bertahan selamanya..

Senin, September 28

Sepucuk Surat yang Tak Pernah Sampai

Selamat pagi, kamu.. Bagaimana kabarmu hari ini? Semoga baik-baik saja ya disana. Melalui ini, aku ingin mengucapkan permintaan maaf yang tak sempat kusampaikan. Mungkin bukan tak sempat, namun aku yang tak punya cukup nyali untuk mengatakannya. 

Perpisahan seperti terasa lebih mudah ketika tak bersua, entah kenapa. Mungkin juga hanya sugestif. Karena itu pula aku memilih mengatakannya via chat padamu. Karena aku tahu, jika aku mengucapkannya saat bersamamu, melihat wajahmu, percayalah bahwa aku tak akan mampu. Tak akan pernah.

Kata-kata yang seperti mudah ketika diketik itu, yang kamu baca entah dengan perasaan bagaimana itu, juga telah menguras pikiran dan perasaanku sebelum akhirnya sampai kepadamu. Percayalah bahwa hatiku pun tersayat-sayat. Jangan dikira rasa sakit yang memilih pergi akan lebih ringan dibanding yang terpaksa ditinggalkan.

Aku minta maaf. Adalah hal yang ku harap dapat kukatakan seraya menatapmu. Aku minta maaf, atas segala luka dan air mata. Atas memori buruk yang tercipta. Atas kenangan yang meninggalkan luka.

Walau tak mudah untukmu, ini juga tak mudah untukku. Di bagian ini aku tidak memintamu untuk percaya. Aku merasa tidak punya cukup hak untuk itu. Jika bisa memilih, akupun tidak menginginkan ini. Keputusan ini terpaksa ku ambil demi kebaikan kita. Hanya formalitas saja aku menyampaikan ini, mengingat seringkali aku tak perlu menyatakan apa yang kurasa atau kupikirkan, entah bagaimana  caranya kamu sudah tahu terlebih dahulu. How can we be so different and feel so much alike? :)

Aku tidak tahu, kelak semesta akan mempertemukan kita kembali atau tidak. Apakah takdir hidup sebercanda itu pada kita atau tidak. Satu pintaku, tolong jaga dirimu. Terima kasih untuk segalanya. Untuk warna yang telah kau beri dalam hidupku. Untuk banyak 'one fine day' yang kita lewati. Untuk tawa, cerita manis, tempat-tempat yang indah, juga kisah cinta. Aku sayang kamu, selalu.. 


Minggu, September 27

Kita

kata kita seharusnya tak pernah ada

ketika telah ada kamu dan dia

juga aku dan dia


salahkah semesta yang mempertemukan

atau takdir yang bersinggungan

mungkin hidup sedang ingin bercanda


karena sejak dari mula

tak pernah ada restu untuk kamu dan aku

lalu mengapa masih mencoba?


kini terasa terlambat sudah

ketika sudah terlanjur dalam

dan mengakhiri pun enggan


saat segala terasa salah

dan otak tak lagi bekerja

sesak meronta dalam jiwa


andai dia tahu..

Jatuh Hati


jatuh cinta
kadang membuatmu jadi bodoh
meninggalkan isi kepalamu entah dimana
dan buta arah mengikuti kata hati

patah hati
kadang membuatmu semakin bodoh
masih berharap pada dia yang tak pernah peduli
dan bergeming bertahan walau sakit

jatuh hati
kadang terjadi begitu saja
ia tak pernah mencari
ia jatuh sendiri
jatuh, sendiri

Sabtu, September 26

Tentara, semacam trah dalam keluarga

Your Parents adalah tema #30HariBercerita day 5. So, here we go..
Ayahku adalah seorang tentara, begitu pula dengan Kakekku dari pihak ayah. Muljono Sudigdyo namanya, anak pertama dari 4 bersaudara. Ayah lahir di Kediri, dan mengalami masa remaja di Surabaya. Ayah yang kini berusia 64 tahun, dulu menjadi TNI-AD melalui jalur Wajib Militer.

Mamahku dulu juga seorang tentara, yang tergabung dalam Korps Wanita Angkatan Darat. Merupakan sulung dari 8 bersaudara. Kakekku dari pihak mamah adalah seorang polisi. Mamah lahir di Bangka, dari orang tua yang berasal dari Madura dan Palembang. Sangat multikultur bukan? :)

Sepertinya mereka begitu mencintai pekerjaannya yang mengabdi demi negeri. Hal tersebut tercermin dalam nama yang mereka berikan pada anak-anaknya. Aku, Nurul Armylia, yang diartikan sebagai anak tentara yang bercahaya. Sedangkan dalam nama adik laki-lakiku terselip kata ADRI yang merupakan akronim dari Angkatan Darat Republik Indonesia. 

Latar belakang keluarga dan pekerjaannya itu mungkin yang menyebabkan ayah dan mamah mendidik aku dan adikku semara wayang dengan keras. Walau aku yakin, apapun tujuannya sebagau orang tua mereka pasti bermaksud baik. 

Karena tegasnya cara mereka dalam mendidik anak, juga betapa nomadennya kami tinggal dulu karena pekerjaan ayah sebagai tentara, aku dan adikku tidak ada yang berminat untuk melanjutkan 'trah' keluarga dengan menjadi seorang tentara atau polisi. Bahkan pada suatu waktu, aku sempat dijodohkan dengan seorang tentara, lulusan terbaik di angkatannya, 'hanya' agar ada yang meneruskan menjadi tentara dalam keluarga dengan wujud menantu :))

Bagaimanapun protektifnya ayah dan mamah dalam mendidikku, aku tetap mencintai mereka. Dan sungguh merasa bersyukur masih memiliki mereka, lengkap hingga saat ini, saat aku sendiri telah menjadi orang tua. Jika mampu, apapun yang mereka inginkan, ku harap bisa aku kabulkan. Walau tak sempurna, aku bangga memiliki mereka sebagai orang tuaku, dan aku harap mereka pun bangga memiliki anak sepertiku.

Jumat, September 25

Restu Orang Tua adalah Jalan Ninjaku

Namaku Nurul Armylia. Aku lahir dari pasangan yang bekerja sebagai tentara. Ayah dan mamah dulu sama-sama bekerja sebagai TNI-AD. Di sana pula mereka saling menemukan. 

Lahir di Malang tanggal 22 November sebagai anak pertama dan putri satu-satunya dalam keluarga. Aku mempunyai satu adik laki-laki, yang memiliki selisih usia 4 tahun dariku. Ketika adikku lahir tersebut, mamah memutuskan untuk berhenti bekerja. 


Pekerjaan Ayah otomatis membuat kami sering berpindah-pindah. Hingga aku seringkali pindah sekolah bahkan sebelum masa tahun ajaran baru tiba. Masa kecilku sempat kuhabiskan di Malang, di rumah kakek dan nenekku. Juga di Timor-timur,  Bali, dan yang paling lama di Tanah Sunda. Bandung, Sumedang, dan Cimahi adalah kota-kota yang sempat ku tinggali hingga menghabiskan masa remaja. Memasuki jenjang perguruan tinggi, aku dikirim ke Malang untuk berkuliah di Universitas Brawijaya, hidup terpisah dari orang tuaku agar aku menetap, untuk sementara.

Sejak kecil, sebagai anak pertama aku membawa berbagai harapan keluarga di pundak. Karena tidak ingin  mengecewakan, aku selalu berusaha mewujudkannya. Atau  dengan terpaksa mengikuti keinginan orang tua, seperti saat SMA, untuk masuk di Jurusan IPA. Padahal aku ingin masuk di Jurusan IPS saja. Begitu pun ketika melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi. Aku diarahkan untuk kuliah di Jurusan Akuntasi, padahal aku memiliki keinginan untuk masuk di jurusan Bahasa Inggris atau Hubungan Internasional. Namun hal tersebut ditolak mentah-mentah, dengan alasan jurusan Akuntansi kelak akan lebih banyak memberikan peluang lapangan pekerjaan. 

Selepas kuliah, aku mendaftar di berbagai perusahaan melalui Job Fair. Aku yang tidak berkeinginan untuk menjadi ASN, mendaftar di berbagai perusahaan swasta. Keinginan yang awalnya, lagi-lagi, tidak direstui oleh orang tuaku. Aku yang sejak kecil lebih dekat dengan ayahku, mencoba berbicara dan memberikan penjelasan padanya, agar aku diberi kesempatan untuk memilih jalan hidupku kali ini, setelah aku merasa cukup dewasa. Ayah yang kemudian membujuk mamah untuk melepasku keluar dari rumah, bekerja di perusahaan swasta yang berlokasi di luar kota. 

Yang terjadi kemudian adalah aku bekerja dengan berpindah dari satu kantor swasta ke kantor swasta yang lain. Hingga pada  tahun 2013, aku dipaksa untuk pulang kembali ke Malang. Setelah sebelumnya pekerjaan membuatku berpindah-pindah dari pulau yang satu ke pulau yang lain di Indonesia. Surabaya, Jakarta, Pekanbaru, Samarinda, dan terakhir berlabuh di Manado, adalah kota-kota yang sempat ku singgahi. 

Saat itu, Ayah yang sudah memasuki masa pensiun melewati masa istirahatnya di Malang. Orang tuaku memintaku keluar dari pekerjaan di kantor sebelumnya karena berharap aku dapat bekerja sebagai ASN. Hal yang sebelumnya tidak pernah kubayangkan. 

Di tahun 2014, aku mengikuti beberapa tes masuk sekaligus, yakni di PT INKA, OJK, dan Kementerian Keuangan. Dengan posisi saat itu tinggal di Malang, dan belum bisa menyetir mobil, maka setiap kali menjalani tes aku selalu diantar oleh mamah. Tes PT  INKA di Madiun, sedangkan tes OJK dan Kementerian Keuangan berlokasi di Surabaya. Tahap demi tahap ku lalui, dan tes OJK ku gagal di tahap ke-4 dari 6 tahap. Sedangkan tes di PT INKA aku lolos sampai tahap akhir, ketika tes Kementerian Keuangan masih berjalan dan tersisa 2 tahap lagi untuk dilalui.  

Saat itu, aku ingin menerima saja tawaran kerja di PT INKA. Karena kupikir, kalau sudah ada yang pasti, kenapa masih berharap pada yang tidak pasti? Namun mamah meyakinkanku bahwa beliau yakin akan kemampuanku dan kelak aku akan dapat diterima di Kementerian Keuangan. Akhirnya tawaran pekerjaan di PT INKA tidak kuambil. Aku kemudian melanjutkan tahapan tes berikutnya di Kementerian Keuangan. Melihat banyaknya peserta yang mendaftar, aku sedikit enggan untuk berharap. Aku hanya dapat memberikan yang terbaik yang aku bisa. 

Berbekal restu orang tua, terutama doa ibu, aku diterima di Kementerian Keuangan, tepatnya di Direktorat Jenderal Pajak. Keinginan mereka agar aku dapat menjadi ASN terkabul. Dan bukankah hal paling membahagiakan di muka bumi adalah membahagiakan kedua orang tua? :) 

Tulisan ini non fiksi, dan berbentuk opini. Semoga ada hikmah yang dapat diambil, atau hal baik yang dapat dipetik..

Love,
'My.

Rabu, September 23

Sepucuk Surat yang Aku Titip pada Merpati

Hey, apa kabar kamu disana? Lama tak kudengar cerita tentangmu. Apa jarak yang terbentang ribuan kilometer mulai mencipta jarak di antara kita?

Aku menulis ini karena sedang diserang rindu. Iya, aku rindu kamu. Atau mungkin aku hanya merindu memori dahulu, ketika jeda antara kita hanya sebatas satu panggilan telepon. Lalu rindu, dapat berujung temu.

Masih teringat dalam ingatanku, ketika aku mengalami hari yang buruk seperti hari ini aku hanya tinggal mengirim pesan singkat padamu lalu kamu akan datang dengan tergesa. Kamu, yang selalu dengan wajah sok tenangmu itu, namun dari nada suaramu aku bisa merasa kekhawatiranmu akanku. Kamu yang menjadi tempat sampah atas keresahan, juga air mata. Pendengar terbaik yang pernah ada..

Sometimes home is a person, begitu yang pernah kubaca. Terima kasih, karena kamu membuatku merasa bahwa aku akan selalu punya kamu. Talking about everything until nothing. Bicara politik, juga mimpi-mimpi. Tentang sastra, hingga entah apa. Aku mengagumi isi kepalamu, hal pertama yang menjadi magnet untuk menarikku. Yang terjadi kemudian, mengalir begitu saja, apa adanya. Mengundang atensi, tanpa tendensi.

Namun itu dulu, saat selamanya aku kira ada. Betapa naifnya aku. Lupa bahwa setiap awal selalu punya akhir. Bahwa tiada yang abadi selain perubahan. Bahwa segalanya hanya sementara..

Andai aku dapat membekukan waktu, mungkin sudah kulakukan. Agar kita yang dulu sedekat nadi, tak perlu seperti kini yang sejauh mentari dengan bumi. Padahal masih berada di bawah langit yang sama, juga berpijak di tanah yang sama. Namun semua tak lagi sama. Apa kamu tidak rindu? 

Apapun itu, baik-baik ya di sana. Doaku bersamamu. Hanya itu yang mampu kulakukan kini. Apa isi doanya biar menjadi rahasia antara aku denganNya. Di sini, aku pun akan berusaha untuk baik-baik saja, meski tak lagi punya kamu. Aku akan belajar, berdiri dengan kedua kakiku sendiri. Katanya, apapun yang tidak cukup mampu untuk membunuhmu, malah akan menguatkanmu. Grazie mille, you..