Selasa, Februari 20

Romansick, Apakah yang Lebih Lama akan Bertahan?


Informasi Buku :
Judul Buku                           : Romansick
Penulis                                 : Emilya Kusnaidi
Editor                                   : Irna Permanasari
Desainer sampul                  : Orkha Creative
Penerbit                                : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal                                    : 280 halaman
Cetakan                                : I, 2015
ISBN                                    : 9786020312781        

      

Sinopsis Buku :





Her life was almost perfect. Pekerjaan sebagai editor di majalah fashion ternama, rekan kerja yang baik hati meskipun doyan gosip, serta dua sahabat cowok yang selalu ada ketika dibutuhkan. So what a girl could ask for more? Well, please underline the ‘almost’ part.

Audrey ‘Dre’ Kahono jatuh cinta setengah mati dengan Eren, sahabatnya -- namun nggak pernah punya keberanian untuk mengungkapkan hal itu. Sebuah pengakuan mendadak dari Eren membuatnya terseret dalam insiden penuh kesialan yang berujung pada serentetan drama baru; pertemuan tanpa sengaja dengan Austin yang moody setengah mati, insiden di pelataran parkir, dan belum lagi soal liburan ke Bintan yang mendadak namun berakhir mengejutkan!


Austin yang persisten mendekati Dre membuat Dre kesal tapi lama-lama suka. Nah, masalahnya, ketika Dre mulai dekat dengan cowok lain, Eren malah kelihatan uring-uringan. Belum lagi drama antara Dre dan Eren berakhir, Austin malah menambah drama baru dalam hidupnya...




Review Buku:

Kata orang, laki-laki sama perempuan itu ga bisa bersahabat. Salah satu atau keduanya bakal baper, entah sekarang, kemarin, atau nanti. Dre adalah salah satu contohnya. Dre bersahabat dengan Tara dan Eren, dan naksir salah satu dari dua sahabat lelakinya itu, Eren. Padahal mereka bertiga udah bareng selama sekitar sepuluh tahun, dan selama itu juga Dre suka sama Eren. Hal itu bikin Tara, super kesal, geregetan karena Dre ga pernah ngomong soal perasaanya sama Eren, dan Eren adalah tipikal lelaki super ga peka, yang ga sadar kalau selama 10 tahun sebenernya dia adalah cowok yang ditaksir sama Dre..


Setelah didesak (baca: disupport) oleh Tara, Dre pada akhirnya memutuskan untuk membuat pengakuan mengenai perasaannya pada Eren di malam pembukaan Club barunya Tara, Castello. Namun tepat sebelum Dre buka mulut soal perasaannya, Eren terlebih dulu curhat sama Dre bahwa 2 minggu lagi dia akan ke New York untuk melamar Ayumi, mantan pacarnya, orang yang selama ini nangkring dengan sukses di hatinya. Saking terkejutnya Dre, asmanya kambuh dan berbuah insiden yang kemudian ‘mempertemukan’ dia dengan Austin.

Kehadiran Austin di hidup Dre, dengan herannya membuat Eren kesal. Apalagi setelah Austin secara konsisten mendekati Dre, perasaan Dre lambat laun berubah. Namun drama berikutnya muncul saat Austin akhirnya berhasil membujuk Dre untuk berlibur bersama di Pulau Joyo, Bintan, bersama dengan sahabat Austin, Eric dan pacarnya, Sissy.

Berlatar belakang di ibukota, dengan tema yang mungkin terdengar klise, novel ini berhasil membuat saya tidak sabar untuk membacanya sampai habis. Dengan alur cerita maju, cara bercerita yang enak, novel debut dari Emilya ini membuat saya menikmatinya. Pekerjaan Dre di majalah fashion ternama, Jalouse, juga digambarkan dengan baik sehingga saya dapat membayangkan seperti apa kiranya berada di dunia yang selama ini seolah jauh dari jangkauan itu. Perkembangan ceritanya juga tidak terduga, dan membuat novel ini semakin menarik. Saya sih ga menyesal baca novel ini, kamu penasaran? ☺

Rates: ☺☺☺☺


Informasi Penulis :
Emilya Kusnaidi

Twitter   : @emilyakusnaidi
IG          : @emkusnaidi

Kamis, Januari 11

Until the end of Time, akankah cinta sejati menemukan jalannya?

Informasi Buku :
Judul Buku                       : Until the End of Time
Penulis                             : Mya Ye
Editor                               : Irna Permanasari
Desainer sampul              : Iwan Mangopang
Penerbit                           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal                                : 296 halaman
Cetakan                            : I, Desember 2017
ISBN                                : 9786020379104               



Sinopsis Buku :
Carmelin seorang gadis yang cerdas, mandiri, dan sangat mencintai pekerjaannya. Demi kariernya yang sedang menanjak pesat, ia tidak segan-segan bekerja keras.

Carmelin juga seorang gadis yang berpikiran modern, yang selalu merasa bahwa wanita bisa sama hebatnya, atau bahkan lebih hebat dari pria. Dan ia sudah membuktikannya.

Hidupnya yang selama ini berjalan mulus dan selalu berada di atas angin mulai jungkir balik ketika kekasihnya, Michael, melamarnya. Bukan hanya itu. Michael juga meminta Carmelin berhenti dari pekerjaannya dan menjadi ibu rumah tangga.

Demi kariernya, Carmelin memilih memutuskan hubungan dengan Michael. Namun yang tidak pernah diduganya, sejak itu hidupnya tidak pernah lagi sama...

Review Buku:
Cinta sejati pasti akan menemukan jalannya kembali (Emak Giok, 204). Begitu yang dikatakan Emak Giok, nenek Carmelin untuk memendam kegundahan hati cucu kesayangannya. Emak Giok adalah tempat pelarian Carmelin untuk menumpahkan apa yang ia resahkan. 

Seperti sinopsisnya, buku ini menceritakan kisah cinta antara Carmelin dan Michael Tejakusuma. Kebersamaan dalam beberapa tahun nyatanya tak mampu membuat Carmelin menerima lamaran Michael. Lantaran sebuah syarat yang diajukan Michael yakni berhenti bekerja setelah menikah. 

Carmelin sangat mencintai pekerjaannya. Ia merasa telah bekerja keras untuk dapat mencapai posisinya di perusahaan yang sekarang, dan tidak rela untuk berhenti bekerja begitu saja. Ia pun memilih untuk menolak lamaran Michael dan kemudian mereka berpisah. 

Yang Carmelin dan Michael tak menduga adalah bahwa tidak mudah untuk melupakan orang yang pernah kamu cintai dengan sepenuh hati. Berbagai cara Carmelin lakukan untuk mengenyahkan Michael dari pikirannya, tapi hanya bertahan sejenak saja. Hidup Michael pun tak lagi baik-baik saja. Akankah mereka kembali bersama atas nama cinta sejati? Atau kehadiran David (sepupu dari Marry,  sahabat Carmelin) mampu mengetuk hati Carmelin?

Novel dengan tebal hampir 300 halaman ini adalah novel pertama yang aku baca di tahun 2018. Novel yang terakhir kubeli namun yang pertama kuangkat dari ‘timbunan’ buku di kamar. Setting novel ini mengambil lokasi di Jakarta-Tangerang dan Hongkong-Guangzhou. Di halaman 95, ada pembicaraan antara David dan Carmelin mengenai kamera. Tertulis LSR, yang mungkin seharusnya kamera SLR (single lens reflex) ya ..

Novel ini menceritakan dilema wanita masa kini kebanyakan. Menikah dan berhenti bekerja, atau menikah dan tetap bekerja setelahnya. Hal itu juga yang bikin aku ngambil buku ini dari salah satu rak Gramedia. Yang diceritakan di novel ini lebih detail dari yang kubayangkan. Tradisi keluarga yang dilakukan secara turun-temurun dari jaman dulu, tuntutan orang tua atau keluarga pada anaknya mengenai syarat yang diharapkan dari seorang calon menantu, serta passion perempuan muda jaman sekarang. Hal-hal yang tak mudah diputuskan, apalagi mengingat ketika menikah yang kemudian bersama tidak hanya dua orang melainkan dua keluarga. 

Apa kamu mengalami kisah yang mirip? Atau dilema yang sama? 😃


Rates: 💫💫💫

Informasi Penulis :
Mya Ye

Novel-novel lain yang ditulis: Jerawat? Gue Banget!, Love on the Blue Sky, Pemburu Cinta, A Perfect Time

Twitter   : @myaye
IG           : @mya_ye
Blog       : http://pilgrimnote.wordpress.com      

Senin, Januari 8

Insidious: The Last Key, masih mencekamkah?

Sejak dirilis perdana pada 2010, film pertama Insidious telah menarik minat penonton penyuka genre horor. Kisah setan gentayangan yang diberikan bumbu jumpscare secara klasik ini menjadi penyegar dari kejenuhan akan bentuk film horor di Hollywood.

Di dua film pertama Insidious menceritakan Dalton dan sang ayah yang mampu mengembara ke dunia roh, tapi tubuhnya diincar oleh arwah jahat untuk kembali ke dunia. Sementara Insidious: Chapter 3 yang rilis 2015 lalu, menceritakan seorang gadis muda, Quinn, yang mencoba berhubungan kembali dengan arwah sang ibu.

Benang merah dari ketiga film tersebut adalah seorang cenayang lanjut usia, Elise (diperankan oleh Lin Shaye). Di film keempat, Insidious: Last Key, Elise menjadi pemeran utama. Tak seperti dua sekuel lainnya yang mengambil terminologi 'babak' alias 'chapter', seri ke-4 dari Insidious ini memilih tajuk khusus 'The Last Key'. Film ini menceritakan asal muasal kekuatan Elise, serta kisah yang ia hadapi.
Sebelum memulai kisah The Last Key, Whannell yang kembali duduk fokus menulis kisah horor ini memberikan gambaran singkat sebuah kejadian di kota bernama Five Keys, New Mexico, pada 1950-an. Gambaran kehidupan tersebut berlatar di sebuah lembaga pemasyarakatan. Di sebuah rumah sipir lapas, seorang anak perempuan kecil memiliki kehidupan yang rumit akibat kemampuannya melihat makhluk halus.

Setelah cukup menggambarkan sebuah kisah pilu nan menegangkan, bahkan di 10 menit awal 'The Last Key', Whannell dan sutradara Adam Robitel melempar penonton ke era 2010-an.
Di era ini, sang cenayang Elise Rainer kembali menolong orang yang bersimpangan jalan dengan makhluk halus setelah pengalamannya masuk kembali ke The Further pada Insidious: Chapter 3.
Namun ia tak sendiri. Kini, Elise ditemani Tucker (Angun Sampson) dan Specs (Leigh Whannell).
Kehadiran mereka sejatinya hanyalah pengendur saraf tegang mengikuti insting mistis Elise. Kedua pria yang kadang bertingkah konyol itu resmi bergabung dengan Elise membuka jasa menghadapi gangguan gaib.

Semua tampak normal hingga sebuah panggilan telepon membuatnya goyah. Seseorang yang menempati rumah masa kecil Elise dulu meminta bantuannya untuk mengusir makhluk gaib yang kerap mengganggunya. Elise kembali dihadapkan dengan kenangan buruk yang menghantuinya sejak kecil.

Mungkin salah satu pertanyaan yang akan muncul setelah mendengar rilisnya Insidious: The Last Key adalah: apa lagi yang dibawa oleh film ini? Sebenarnya, Insidious: The Last Key masih banyak memakai resep yang sama dengan film-film sebelumnya. Kemunculan para makhluk ganjil dalam film ini lebih karena kemunculannya yang tiba-tiba di depan mata, bukan karena keberadaan mereka yang mengerikan. Hal ini mungkin akan membuat kesal para penggemar film horor yang ingin kengerian yang menggigit. Karena bukannya ditakut-takuti, penonton malah dibuat terkejut belaka.

Disusun kombinasi horor dengan imaji kriminal, film ini bak jadi kunci yang menghubungkan kompleksitas serial Insidious. Di akhir film, ada satu kejutan untuk para penggemar waralaba ini, yang bakal membuat ingatan kembali ke dua film awal Insidious.

Insidious: The Last Key juga masih memiliki sejumlah pertanyaan. Namun, itu bisa dianggap sebagai 'godaan' dari Leigh Whannell dan James Wan sebagai penelur kisah seri Insidious, atas peluang pengembangan dunia Insidious selanjutnya.
 


Mengikuti Insidious sejak film pertama, jujur sedikit kecewa ketika menonton prekuelnya ini. Bela-belain nonton di jam midnite, bahkan sebelum premier di Indonesia nanti tanggal 10 Januari 2018, aku ngerasa ada bagian-bagian yang janggal dalam cerita di film ini. Ada hal-hal yang rasanya nda perlu, juga hal-hal yang muncul di awal namun tiba-tiba hilang di akhir. Mau nyebutin, tapi nanti spoiler 👀 Yah mungkin benar kata pepatah, expectation can kill you. Aku mungkin berharap terlalu tinggi pada Insidious 4 ini, mengingat film-film sebelumnya cukup membuat Insidious masuk dalam list film horor favorit. Tapi mungkin juga masalah selera. Bagaimana dengan kamu? 😁

dari berbagai sumber:

Rabu, Oktober 18

Happy Death Day, Terbunuh Berkali-kali di Hari Ulang Tahun

Tahun 2017 ini bisa dibilang sebagai tahun di mana genre horror mendominasi box office. Film-film seperti Get Out, Split, dan IT yang belum lama ini rilis meraup keuntungan besar dari penayangannya di seluruh dunia. Tak heran, produser Jason Blum melalui Blumhouse Productions yang memproduksi The Purge dan dua film pertama yang disebutkan di atas kembali lagi dengan film horor komedi bertajuk Happy Death Day.

Cover trailer film Happy Death Day (photo source: universalpictures.com)

Rumah produksi yang identik dengan film horror low-budget seperti Paranormal Activity (2009) ini, seolah ingin merangkul pasar lebih luas lagi dengan cakupan umur yang lebih rendah, yaitu PG-13. Fyi, Blumhouse Productions selama ini sukses dengan horror atau thriller dengan rating dewasa (R di Amerika Serikat).

Ingin nonton film horor atau thriller tapi ogah trauma sehabis menontonnya? Nah, film Happy Death Day ini sepertinya cocok buat kamu. Happy Death Day merupakan film Hollywood yang disutradarai oleh Christopher Landon yang juga menulis naskah ceritanya bersama dengan Scott Lobdell. Distributor film ‘Happy Death Day’ adalah Universal Pictures. Adapun aktor dan aktris yang tampil dalam film Happy Death Day, diantaranya Jessica Rotheberg, Israel Broussard, Ruby Modine, Charles Aitken dan Laura Clifton.

Jessica Rotheberg as Tree (photo source: metacritic.com)

Happy Death Day mengisahkan tentang seorang mean girl kampus bernama Theresa "Tree" Gelbman (Jessica Rothe, muncul sebentar sebagai teman tokoh Mia di La La Land) yang bangun tidur di hari ulang tahunnya untuk kemudian dibunuh oleh pembunuh bertopeng maskot. Hal tersebut dialaminya berulang kali hingga ia mengetahui siapa yang membunuhnya.

Pembunuh bertopeng maskot (photo source: metacritic.com)

Tokoh utama yang menjalani hari yang sama berulang kali adalah premis dari film komedi legendaris Groundhog Day (1993), yang dibintangi oleh Bill Murray. Judul film ini bahkan dijadikan referensi dalam dialog Carter (Israel Broussard), teman ‘kencan’ Tree yang kamarnya menjadi lokasi di mana Tree terbangun berkali-kali setelah dibunuh.

Israel Broussard as Carter (photo source: metacritic.com)

Setelah kematian pertama dan kedua, pembunuhan Tree berubah menjadi running gag, yang diarahkan dengan apik oleh sutradara Christopher B. Landon. Apapun usaha yang dilakukannya untuk mengungkap pembunuhnya, Tree akan tetap terbunuh dengan cara yang berbeda. Namun, karena Tree menjalani hari ulang tahunnya berulang kali, beberapa penonton mungkin bisa menerka siapa pembunuh sebenarnya.

Film ini terasa seperti Groundhog Day digabung dengan seri film Scream, menyajikan ketegangan dan tawa. Banyaknya adegan dan percakapan konyol di dalamnya membuat film ini jadi fun untuk ditonton. Film ini menyajikan cerita yang lain dari yang lain, tentang bagaimana sikap seseorang bisa berdampak buruk pada hidupnya, juga bagaimana seseorang yang mencoba berubah meskipun merasa semuanya sudah terlambat. 

Sutradara Christopher B. Landon tampaknya berusaha meramu Happy Death Day menjadi tontonan ringan sekaligus menegangkan. Selama 1 jam 36 menit Anda akan dibawa pada teka teki tentang siapa yang sebenarnya sedang mengincar nyawa Tree. Sayangnya, tentang mengapa Tree mengalami mati berkali-kali dan hidup lagi tidak dijelaskan secara detail. 

Kelemahan juga terasa pada adegan yang tipikal, seperti ketika Tree berjalan menyusuri lorong gelap atau sendirian di kamar asramanya. Penonton pun baru tahu kalau Tree semakin lemah setelah berulang kali mengalami kematian, ditampilkan melalui penjelasan yang nanggung. Untuk penggemar berat film horror atau thriller, bersiaplah untuk kecewa. Untuk sebuah film dengan pembunuhan sebagai plot utamanya, Happy Death Day sangat tidak “berdarah”.
 
Film yang rilis pada hari Jumat, 13 Oktober 2017 di USA ini dapat dinikmati secara resmi  oleh penikmat film di Indonesia mulai hari ini. Untuk kamu yang ingin menonton film yang cukup menghibur tanpa berpikir terlalu keras, atau ingin mengajak saudara yang masih remaja ke bioskop, mungkin Happy Death Day bisa menjadi pilihan. Selamat menonton! 😊

Tiket nonton midnite aku .. (photo source: metacritic.com)