Senin, September 18

Monolog Rindu



Rindu. Siapa bilang rindu itu indah? Bagi saya rindu ini semacam candu, menjerat, melenakan, namun terasa tak benar. Membanjiri pikiran dengan kenangan. Hahaha, padahal saya sudah bukan abg labil yang tak seharusnya mengalami adegan berdiam diri di pojok kamar sambil mendengarkan lagu menye-menye, patah hati sambil galau ala-ala generasi milenial. Tapi gimana lagi, salah kalau pada akhirnya saya jatuh hati?

Ya, setelah melewati banyak penyangkalan, toh pada akhirnya saya mengaku. Jatuh hati bisa begini adanya. Jangan bayangkan laki-laki itu se-charming Aditya Surya Pratama. Siapa Aditya Surya Pratama itu? Dia lagi jadi trending topic nih, happening banget karena Mas ini jadi pembawa acara Dr. Oz yg baru. Oke, abaikan Aditya Surya Pratama. Lelaki ini, yang berhasil membuat saya menjatuhkan hati, hanya lelaki biasa. Biasa pake banget, yang kalau kamu lewat kamu bakal jalan terus dan melewatkan dia begitu saja. Hahaha, sadis memang. Tapi gimana, truth hurts, sometimes. 


Sebut saja dia Langit, bukan nama sebenarnya J Pada awalnya saya bahkan ga tau dia itu orangnya yang mana, sampai suatu ketika, senior di kantor merekomendasikan dia karena katanya dia mahir menggunakan Excel. Sedangkan saya, yah tau rumus SUM saja sudah bagus. 


Berawal dari nanya-nanya rumus Excel buat ngerjain laporan, berlanjut sampai dia ikut merevisi laporan yang mau saya ajukan ke Bos. Kadang-kadang kita juga makan siang atau sekedar jajan bareng di luar. Berdua aja memang, tapi saya sama sekali ga punya pikiran yang macam-macam. 


Sampai di suatu siang dimana kita muter-muter kota secara iseng hanya untuk ngobrol-ngobrol ringan di mobilnya. Setelah itu, dia menurunkan saya di kantor sementara dia lanjut entah kemana, tiba-tiba dia Whatsapp, “Aku pikir aku istimewa, ternyata hanya aku aja yang kelewat bodoh”.  Apalah pula ini, saya sempet ge-er dengan berpikir bahwa yang dia maksud adalah apa yang saya duga dia rasakan. Tapi karena saya bukan tipikal orang yang suka menduga-duga, saya kemudian membalas Whatsappnya dengan, “Kamu dimana sekarang?”. Lama tak dibalas, saya mencarinya ke ruang kerja, nihil. 


Setelah beberapa lama, dia membalas Whatsapp, “Ga usah dicari, aku masih ga bisa buat ketemu kamu lagi. Awalnya aku pikir aku istimewa. Namun setelah kupikir-pikir lagi, aku aja yang terlalu bodoh untuk menyadari bahwa aku bukan siapa-siapa. Dan ga bakal jadi siapa-siapa”. Sementara saya terhenyak, masuk lagi Whatsapp, “Kamu tau? Waktu kamu tadi cerita kalau kamu akan menikah bulan depan, seketika itu juga perasaan ku berserak menjadi puing. Kamu ga salah, abaikan semua kata-kataku ini”. 


Kampret! Kok bisa ya dia ngerasa begitu? Lah saya suka ngobrol sama dia itu  karena dia pintar, wawasannya luas, jadi mau ngomongin apa aja ya nyambung, ga ada tendensi apa-apa. Dan karena saya ga punya ekspektasi apa-apa sama dia, jadi saya juga nyaman-nyaman aja bareng sama dia. Saat bersamanya adalah saat-saat dimana saya bebas jadi diri saya sendiri. 


Setelah kejadian Whatsapp itu, saya malah jadi memperhatikan dia. Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan. Caranya berbicara, cara dia tertawa, sampai sudut pandangnya dalam memahami sesuatu. Saya juga follow akun-akun media sosial yang dia punya, termasuk blog-nya. Dan secara tidak terduga, dia berhasil mengambil hati saya dengan jalan pikirannya. Saya, jatuh cinta, pada isi kepalanya.

Jika sekarang kamu bertanya, apa yang selanjutnya terjadi pada kami, percayakah kamu kalau saya jawab tidak ada? Iya, tidak ada yang berubah di antara kami. Seperti idiom lama yang sangat klise, cinta tak harus memiliki bukan? 


Rindu ini hanya akan jadi renjana. Karena minggu depan, saya akan menikah, dan Langit, sudah menikah ..
  


** versi suntingan dari cerpen ini telah ada di http://birokreasi.com/2017/09/monolog-rindu/

Tidak ada komentar: