Senin, Mei 21

Ramadan yang terbaik bagiku


Semakin dewasa, semakin menyadari bahwa Ramadan adalah bulan penuh berkah dimana sebaiknya kita mengisinya dengan hal-hal yang semakin meningkatkan keimanan kita pada Allah SWT. Sebagaimana dalam firman Allah SWT, Q.S Al-Baqarah ayat 185 berikut: 

 “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” 

Ayat tersebut mengajarkan kita untuk berpuasa, mengikuti petunjuk Allah sekaligus bersyukur dalam satu waktu. Sehingga kita semakin memahami bahwa Ramadan tak hanya ‘sekedar’ berpuasa dan melaksanakan shalat Tarawih, tapi juga melakukan amalan-amalan yang lainnya.

Beda halnya dengan saat aku masih kecil dulu, ketika bulan Ramadan kusambut dengan gembira dan suka cita, penuh semangat melaksanakan puasa karena sedikat banyak mengharapkan hadiah yang akan ku dapat dari Ayah dan Mama jika puasaku penuh sebulan. Belum lagi tak sabar menanti Lebaran, hari kemenangan dimana aku yang masih kanak-kanak bahagianya sesederhana bisa berkumpul bersama para sepupu, bermain bersama, dan dapet ‘angpau’ dari Om dan Tante, hahaha. Masa-masa dimana bahagianya masih receh 😄 Ramadan yang selamanya terekam dalam ingatan, juga kurindukan ..

Minggu, Mei 20

Andriy Sheva, bangkit dari keterpurukan


Aku adalah tipikal manusia rata-rata. Aku tak pernah begitu membenci seseorang, pun begitu pula dengan menyukai seseorang. Aku tak pernah begitu mengagumi seseorang dengan fanatik. Sejauh yang pernah kuingat, aku hanya pernah ‘cukup ngefans’ selama hidup satu kali, dengan seseorang yang artikelnya kubaca di majalah Soccer sekitar tahun 2003. 

Masih berseragam putih abu kala itu, Armylia kecil yang tumbuh menjadi anak perempuan tomboy minta berlangganan Koran Soccer sama Ayahnya. Koran tersebut berisi berita-berita olahraga, kebanyakan tentang sepakbola. 

Pada suatu hari aku membaca artikel mengenai seorang pemain sepakbola, Andriy Shevchenko namanya. Isi artikel tersebut adalah perjuangannya yang berusaha bangkit dari cedera. Yah, cedera adalah hal lumrah sebenarnya bagi pemain sepakbola. Namun entah karena cara wartawannya menuliskan berita, aku kecil begitu tergugah saat membaca artikel tersebut. Hingga akhirnya aku mengidolakannya, Sheva (begitu Andriy Shevchenko akrab disapa). Berlanjut kemudian ngefans juga dengan klub sepakbola AC Milan, dimana ia merumput saat itu. 

Dalam artikel itu, diceritakan bagaimana Sheva berusaha bangkit dari keterpurukan setelah cedera yang berkali-kali ia alami, hingga pada akhirnya mampu bersinar, membawa AC Milan menjuarai Liga Champions pada tahun 2003. Saat akhirnya di tahun 2006, Sheva pindah ke Chelsea, klub sepakbola lain di belahan dunia lain (AC Milan bermain di Italia, Chelsea di Inggris), aku pada akhirnya malah tetap menobatkan AC Milan sebagai klub sepakbola favorit 😃

Yang tersisa dari jejakku mengidolakan Sheva pada saat itu adalah alamat email. Iya, saking ngefans-nya, aku sampai bikin email army_shev@yahoo.com gitu. Juga berbagai merchandise AC Milan yang kukumpulkan sejak masih ingusan, berupa stiker, gantungan kunci, kaos jersey, sampai bedcover seserahan dari Mas Suami waktu mau nikah, hahaha ..

Sabtu, Mei 19

Stop tanya "Kapan?"

Menikah pada 25 Juli 2015, dan masih berdua sama Mas Suami di keluarga kecil kami sampai sekarang, kadang bikin ribet kalau pas mau Lebaran begini. Hari Raya, yang seharusnya jadi ajang silaturahmi kadang malah bikin baper. Gimana engga, udah lama ga ketemu, yang ditanyain bukannya kabar, tapi malah pertanyaan semacam “Kapan punya anak?”, “Kapan hamil?”. Lah dikira aku Tuhan, yang Maha Mengetahui. Awal-awal nikah masih berusaha buat jawab baik-baik, “Belum tau nih, tolong doanya aja ya”. Tapi terus lama-lama kesel juga, keliling sanak saudara, ketemu banyak orang di saat yang berbeda, tapi rata-rata  pertanyaanya pasti sama, “Kapan?’’

Kayanya mulai sering dapet pertanyaan model begitu tuh waktu kuliah, “Kapan lulus?’’, “Kapan wisuda?”. Nanti kalau udah lulus, udah wisuda, ditanyain lagi “Kapan nikah?”. Setelah nikah, ditanya lagi, “Kapan hamil?”, “Kapan punya anak?”. Ntar kalau misal udah punya anak pertama, bakal ditanya lagi “Kapan hamil lagi?”, “Kapan Kakaknya dikasih adek?”. Tapi kenapa abis itu ga ada yang nanya lagi, “Kapan mati?”. Hehehe, tolong abaikan part terakhir ini 😜

Tapi beneran, kadang kesel sih, orang-orang bertanya seolah kita bakal bisa jawab karena tahu jawabannya. Padahal bisa aja di balik pertanyaan sepele itu, yang dilontarkan terkadang sambil lalu, bisa saja pihak yg ditanyai ternyata juga sudah sangat berusaha dan berdoa. Gimana kalau ternyata menurut Allah memang belum waktunya?

Jadi, mending stop deh nanya “Kapan?’’. Karena kadang malah jadi ‘negative vibes’ buat orang yang ditanyain. Daripada nanya tapi ga dapet jawaban, kadang malah bikin sakit hati pihak yang ditanya, mending didoain aja ya kan, semoga disegerakan 😁

Tapi toh aku ga bisa ngontrol hal-hal di luar aku. Jadi ya mending aku cuekin aja orang-orang mau komen apa. It's all in your mind, don't let them make you down! Jangan biarkan mereka menentukan bahagiamu. Ya sebaliknya, karena aku ga suka diperlakukan begitu, jadi ya introspeksi, semoga aku ga kaya gitu sama yang lain .. 

Jumat, Mei 18

Perjuangan Meretas Jarak LDM


Menikah pada tahun 2015 dan menjalani long distance marriage dengan posisi aku di Malang, dan Mas Suami di Palembang bikin aku sama Mas begitu menghargai saat-saat kebersamaan kami. Bagaimana tidak, dalam satu bulan belum tentu sekali kami bersua. Selain hitung-hitungan tiket pesawat pulang pergi, jatah cuti dari kantor, serta waktu tempuh yang dibutuhkan Mas Suami untuk dapat sampai di Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang adalah 7 jam perjalanan darat mengingat ia bekerja di daerah perkebunan.

Jarak mulai memendek saat pada bulan Agustus 2016, Mas Suami mutasi ke Head Office di Jakarta. Frekuensi bertemu menjadi rutin 1 bulan sekali. Namun mungkin karena terhalang jarak dan waktu temu yang terbilang singkat, kami masih tak kunjung memiliki momongan. 

Pada bulan Agustus 2017, ada pengumuman pendaftaran CPNS secara nasional. Mencoba peruntungan, Mas Suami ikut daftar. Alhamdulillah di awal November 2017, Mas Suami berhasil lulus dan diterima di salah satu instansi pemerintahan. Kemudian, Mas Suami memutuskan resign dari kantornya semula pada akhir November 2017.

Kami berdoa dan berharap semoga Mas Suami penempatan di Malang supaya satu kota dalam rangka program memiliki momongan. Namun pada Desember 2017, Mas Suami dinyatakan penempatan Surabaya. Walau sempat sedih, namun tetap bersyukur karena akhirnya bisa bertemu setiap weekend.
Di bulan Januari 2018, ada pengumuman yang menyatakan bahwa Mas Suami ditempatkan di kantor dimana jadwalnya menggunakan shift. Jadi Mas Suami libur kerja malah di hari kerja, dimana aku harus ngantor 😢 Tapi Mas Suami selalu berusaha memberi pengertian, dan mengingatkan aku untuk selalu mensyukuri keadaan.

Penantian kami atas momongan mendapat secercah harapan saat kemudian di bulan yang sama, aku dinyatakan positif hamil. Aku, Mas Suami, dan juga keluarga merasa doa kami terjawab. Namun mungkin memang belum rejeki, di bulan Februari aku mengalami keguguran ..

Aku sempat terpuruk, dan menyalahkan segalanya termasuk diriku sendiri. Tapi dengan bantuan waktu, serta penguatan dari orang-orang  tersayang, pada akhirnya aku berhasil melangkah lagi.
Pada awal Mei, ada berita segar yang menyatakan bahwa Mas Suami akan diklat di Malang. Padahal isu di bulan sebelumnya, diklat akan diadakan di Surabaya. Hal kecil memang, tapi berarti banyak buat kami. Tinggal sekota, walau tidak serumah semacam bahagia sederhana. Walau hanya sebulan, namun pada akhirnya aku merasa akan selalu ada harapan untuk rumah tangga kami meretas jarak. Selalu berusaha dan yakin, bahwa rencana Allah akan selalu indah pada waktunya 😆


Kamis, Mei 17

Maria Fatima, saudara yang beda keyakinan


Namanya Maria Fatima Henny Purwonegoro. Panggilannya Maria. Sering dikira muslim karena namanya mengandung kata ‘Fatima’. Dia tuh anaknya supel, super ramah. 


Pertama kenal sekitar tahun 2011, waktu kita sama-sama keterima MT (Management Trainee) di PT Trakindo Utama. Posisi MT ini ada pendidikan dengan sistem gugur, selama 1 tahun. Berawal dari 1 kamar waktu di asrama, kita sahabatan deket sampai sekarang. Padahal udah ga sekantor. Padahal udah LDR-an, dia di Jakarta, aku di Malang. Padahal dia Katolik, aku Islam 😀

Dulu jaman sekamar, asrama kami tuh agak jauh dari masjid, jadi kalau adzan kadang ga kedengeran. Maria ini yang suka ngingetin udah shalat apa belum. Mungkin karena waktu itu dia lagi deket sama cowok muslim, jadi peka waktu, hehehe..

Walau kita barengan ga sampai lama karena Maria ga bertahan sampai pendidikan berakhir, kita tetap keep in touch via teknologi. Mulai dari jaman BBM, Path, Instagram, sampai WA. 

Waktu aku penempatan di Manado, dia di Jakarta, dia bahkan masih ngajakin travelling bareng ke Singapura. Gara-garanya dia inget sebelumnya aku pernah cerita, kalau aku sedih karena pasporku yang udah mau hangus masa berlakunya masih kosong melompong, belum pernah dipakai, hahaha. Maria juga, yang 3 tahun lebih tua dari aku, yang ngurus segala tiket pesawat, penginapan, tiket MRT, tiket Universal Studio, sampai nuker uang dari Rupiah ke Dollar Singapore. Dia ringan tangan, easy-going, dan ga pernah pamrih.

Setelah aku resign dari kerjaan di Manado dan balik ke Malang, kita juga masih sempet main bareng ke Bromo. Kita berdua pengen banget kesana karena selama ini cuma bisa lihat fotonya via social media. Modal nekat, motoran berdua doang. Berangkat jam 5 sore, nyampe disana sekitar jam 10 malem karena nyasar, belum cari penginepan pula, hahaha .. Maria ini adalah salah satu sahabat yang ga bakal ngebiarin aku ngelakuin hal bodoh sendirian *Lol

Sempet waktu itu, sekitar tahun 2015, Maria main ke rumah aku di Malang, pas momen puasaan di bulan Ramadhan. Dia malah ga mau makan, dengan alasan menghormati aku yang puasa, terus milih makan bareng pas waktunya aku buka puasa .. 

Tiap tahun, dia ga pernah absen buat ngasih ucapan Selamat Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir Bathin. Ga cuma sama aku, dia bahkan minta ngomong sama Mama sama Ayah, buat bilang hal yang sama,  kalau lagi telepon. Kemarin, 1 hari sebelum puasa, dia ngechat aku, ngucapin selamat puasa, dan ngedoain puasaku lancar. Baik banget nih Maria emang 💕