Kamis, November 15

Saat Kokok Ayam Jago Terdengar


Pagi ini ku terbangun
lebih lambat, lebih siang dari seharusnya
Sampai Ibu berkata,
“Anak gadis bangun siang, rejekinya dipatok ayam”

Ku mengucek mata setengah sadar
Bernafas lega karena tak ada kokok ayam jago terdengar
Jadi aku dapat menjalani hari dengan normal
Tanpa harus mengawalinya dengan tangisan

Kepergianmu untuk selamanya begitu mendadak
Hingga ku tak dapat mempersiapkan diri
Sampai setiap kali ku terbangun saat fajar,
saat kokok ayam jago berkumandang
Jiwaku seolah terserak menjadi serpihan  
Pecah dalam penyangkalan

Kadang ku berharap agar mata hati tak dapat melihat
Seperti mata ayam jago di malam hari
yang membuatnya termangu dalam kandang
Ku ingin mati rasa saja
atau ku tawarkan kita untuk bertukar posisi
Hingga kau rasakan bagaimana rasaku, kehilanganmu




*ditulis untuk One Week One Post, dengan tema: Ayam jago.

Senin, November 5

Kala malam bulan sabit


Masih teringat kala itu,
malam dengan bulan sabit yang terang
Kau ucapkan kata-kata manis
tentang senyumku yang serupa bulan sabit,
melengkung sempurna

Lalu tentang perjalanan pertama kita
di malam bulan purnama
tanpa tujuan, namun bahagia
Kau katakan bahwa yang terpenting adalah
dengan siapa, bukan kemana

Kehadiranmu di malam-malam sepiku
mengalihkan pandanganku dari bintang-bintang
Dan aku, mulai menghitung melalui bentuk bulan
tertawa makin lebar setiap kali jumlahnya bertambah
berharap akan selamanya

Namun hidup selalu penuh misteri
seperti pertemuan kita yang kau bilang bukan kebetulan
semesta akan memberimu berbagai kejutan
Kira-kira sampai malam bulan sabit keberapa kebersamaan kita?
Sejurus kau menatap teduh, dan terlontar “jalani saja” 




*ditulis untuk One Week One Post, dengan tema: Bulan sabit.