Rindu.
Siapa bilang rindu itu indah? Bagi saya rindu ini semacam candu, menjerat, melenakan,
namun terasa tak benar. Membanjiri pikiran dengan kenangan. Hahaha, padahal saya
sudah bukan abg labil yang tak seharusnya mengalami adegan berdiam diri di
pojok kamar sambil mendengarkan lagu menye-menye, patah hati sambil galau
ala-ala generasi milenial. Tapi gimana lagi, salah kalau pada akhirnya saya jatuh
hati?
Ya,
setelah melewati banyak penyangkalan, toh pada akhirnya saya mengaku. Jatuh
hati bisa begini adanya. Jangan bayangkan laki-laki itu se-charming Aditya
Surya Pratama. Siapa Aditya Surya Pratama itu? Dia lagi jadi trending topic nih,
happening banget karena Mas ini jadi pembawa acara Dr. Oz yg baru. Oke, abaikan
Aditya Surya Pratama. Lelaki ini, yang berhasil membuat saya menjatuhkan hati, hanya
lelaki biasa. Biasa pake banget, yang kalau kamu lewat kamu bakal jalan terus
dan melewatkan dia begitu saja. Hahaha, sadis memang. Tapi gimana, truth hurts,
sometimes.
Sebut
saja dia Langit, bukan nama sebenarnya J Pada awalnya saya bahkan ga
tau dia itu orangnya yang mana, sampai suatu ketika, senior di kantor merekomendasikan
dia karena katanya dia mahir menggunakan Excel. Sedangkan saya, yah tau rumus
SUM saja sudah bagus.
Berawal
dari nanya-nanya rumus Excel buat ngerjain laporan, berlanjut sampai dia ikut merevisi
laporan yang mau saya ajukan ke Bos. Kadang-kadang kita juga makan siang atau
sekedar jajan bareng di luar. Berdua aja memang, tapi saya sama sekali ga punya
pikiran yang macam-macam.
Sampai di
suatu siang dimana kita muter-muter kota secara iseng hanya untuk ngobrol-ngobrol
ringan di mobilnya. Setelah itu, dia menurunkan saya di kantor sementara dia
lanjut entah kemana, tiba-tiba dia Whatsapp, “Aku pikir aku istimewa, ternyata hanya
aku aja yang kelewat bodoh”. Apalah pula
ini, saya sempet ge-er dengan berpikir bahwa yang dia maksud adalah apa yang saya
duga dia rasakan. Tapi karena saya bukan tipikal orang yang suka menduga-duga,
saya kemudian membalas Whatsappnya dengan, “Kamu dimana sekarang?”. Lama tak
dibalas, saya mencarinya ke ruang kerja, nihil.
Setelah
beberapa lama, dia membalas Whatsapp, “Ga usah dicari, aku masih ga bisa buat
ketemu kamu lagi. Awalnya aku pikir aku istimewa. Namun setelah kupikir-pikir
lagi, aku aja yang terlalu bodoh untuk menyadari bahwa aku bukan siapa-siapa. Dan
ga bakal jadi siapa-siapa”. Sementara saya terhenyak, masuk lagi Whatsapp, “Kamu
tau? Waktu kamu tadi cerita kalau kamu akan menikah bulan depan, seketika itu
juga perasaan ku berserak menjadi puing. Kamu ga salah, abaikan semua
kata-kataku ini”.
Kampret!
Kok bisa ya dia ngerasa begitu? Lah saya suka ngobrol sama dia itu karena dia pintar, wawasannya luas, jadi mau
ngomongin apa aja ya nyambung, ga ada tendensi apa-apa. Dan karena saya ga punya
ekspektasi apa-apa sama dia, jadi saya juga nyaman-nyaman aja bareng sama dia.
Saat bersamanya adalah saat-saat dimana saya bebas jadi diri saya sendiri.
Setelah
kejadian Whatsapp itu, saya malah jadi memperhatikan dia. Sesuatu yang
sebelumnya tidak pernah saya lakukan. Caranya berbicara, cara dia tertawa, sampai
sudut pandangnya dalam memahami sesuatu. Saya juga follow akun-akun media sosial
yang dia punya, termasuk blog-nya. Dan secara tidak terduga, dia berhasil
mengambil hati saya dengan jalan pikirannya. Saya, jatuh cinta, pada isi
kepalanya.
Jika sekarang
kamu bertanya, apa yang selanjutnya terjadi pada kami, percayakah kamu kalau
saya jawab tidak ada? Iya, tidak ada yang berubah di antara kami. Seperti idiom
lama yang sangat klise, cinta tak harus memiliki bukan?
Rindu ini
hanya akan jadi renjana. Karena minggu depan, saya akan menikah, dan Langit,
sudah menikah ..
** versi suntingan dari cerpen ini telah ada di http://birokreasi.com/2017/09/monolog-rindu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar